Mengukur Akurasi Data Pemilih

Indonesia memiliki sejarah panjang dalam demokrasi electoral yang dimulai 10 tahun pasca kemerdekaan. Pada tahun 1955 di era kepemimpinan Soekarno telah diselenggarakan Pemilu pertama kali sebagai bukti sejarah kepemiluan. Tingkat partisipasi masyarakat pada saat itu cukup tinggi  hingga mencapai 91,4 persen, sebuah fakta semangat masyarakat dalam berdemokrasi yang tak terbantahkan. Walaupun sempat mengalami distorsi pada masa orde baru yang mengakibatkan peralihan makna demokrasi itu sendiri.

Secara teori rakyat sangat dimanjakan dalam demokrasi, karena Pemerintahan demokratis harus mendapatkan persetujuan rakyat, yang telah ditegaskan dalam konstitusi bahwa kedaulatan ditangan rakyat dan dilaksanakan sepenuhnya oleh Rakyat melalui MPR dengan sistem yang kita kenal dengan nama Pemilu. Rakyat memiliki hak dipilih dan memilih yang dijamin secara yuridis.

Untuk memastikan setiap warga negara dijamin hak demokrasinya, maka harus ada pembenahan sistem demokrasi termasuk perlindungan hak pilih dengan akurasi daftar pemilih yang valid. Daftar pemilih menjadi instrumen penting karena menyangkut hak konstitusional untuk menentukan nasib masa depan Bangsa dikemudian hari melalui Pemilu maupun pemilihan.

Data Pemilih butuh dimutakhirkan mengingat data pemilih selalu bergerak aktif mengikuti demografi yang selalu dinamis, mulai dari fertilitas (kelahiran), mortalitas (kematian), migrasi (perpindahan) dan beralihnya status TNI/ Polri. Tentu KPU butuh upaya ekstra karena data berdasarkan nomor induk kependudukan didaftarkan secara sentralistik di Kemendagri, sedangkan KPU hanya menerima data DP4 (Daftar Penduduk Potensial Pemilih Pemilihan) saat menjelang Pemilihan yang kemudian harus dilakukan sinkronisasi dalam jangka waktu relatif pendek.

Untuk mewujudkan daftar pemilih yang berkualitas dan akurat butuh kerjasama antar lembaga Negara, Seharusnya ada sistem pemutakhiran data pemilih dengan sistem Kolaboratif Government antar lembaga Negara baik itu KPU, Kemendagri, Kemendikbud, Kemenag dan BPS, tentunya dengan menjaga kerahasiaan data pemilih sesuai dengan Undang-undang Nomor 23 Tahun 2006 tentang Administrasi Kependudukan (UU Adminduk) sebagaimana telah diubah dengan Undang-undang Nomor 24 Tahun 2013.

Kalau kita bedah secara teori, terdapat dua sistem pendaftaran pemilih yaitu secara periodik waktu serta berdasarkan hak dan kewajiban. secara periode waktu, pendaftaran pemilih ada tiga jenis. Pertama periodic list, yaitu sistem pendaftaran pemilih yang hanya dilaksanakan untuk Pemilu saja. Kedua, continous register or list adalah sistem pendaftaran pemilih berkelanjutan yang dilaksanakan setiap waktu tanpa menunggu tahapan Pemilu. Ketiga, civil registrasy yaitu pendaftaran pemilih berdasarkan penduduk yang tercatat dalam administrasi kependudukan atau ber KTP-el.

Sistem pendaftaran pemilih berdasarkan hak dan kewajiban dibagi tiga jenis, yaitu pendaftaran sukarela (voluntary registration), pendaftaran wajib (mandatory registration) dan campuran dari keduanya (mix strategy). Dalam voluntary registration memilih adalah hak, jadi pemilih juga berhak untuk mendaftarkan atau tidak mendaftarkan dalam daftar Pemilih. Pada mandatory registration memilih adalah kewajiban, jadi berdasarkan inisiatif negara pemilih wajib didaftarkan atau mendaftar secara mandiri dalam daftar pemilih. Sedangkan untuk mix strategy negara memfasilitasi pemilih dalam proses pendaftaran pemilih dan pemilih juga berinisiatif untuk terdaftar dalam daftar pemilih.

Di Indonesia sendiri menurut Undang undang nomor 7 tahun 2017 tentang Pemilu menganut dua sistem tersebut. Pertama masa tahapan Pemilu, KPU menerapkan sistem campuran yaitu Peiodic list dan register or list. KPU diwajibkan untuk melaksanakan pemutakhiran daftar pemilih pada waktu tahapan Pemilu, yang sesuai dengan administrasi kependudukan yang dikelola oleh Kemendagri yang kemudian ditetapkan menjadi Daftar Pemilih Tetap (DPT). Kedua masa non Pemilihan, KPU juga diwajibkan melaksanakan Pemutakhiran Daftar Pemilih Berkelanjutan (PDPB) setiap bulannya. Begitupun dengan sistem mandatory registration, KPU sebagai lembaga Negara, wajib memasukkan setiap warga negara yang memenuhi syarat untuk terdaftar dalam DPT dan mengupayakan partisipasi masyarakat dalam pemutakhiran Daftar Pemilih.

Namun ada permasalahan yang cukup rumit mengenai daftar pemilih, data pemilih yang berdasarkan pencatatan administrasi kependudukan yang kemudian dalam Undang undang Pemilu daftar pemilih berdasarkan DPT terakhir untuk kemudian disinkronisasi dengan DP4 yang dikeluarkan Kemendagri. Data tersebut berdasarkan DAK2 yang dikeluarkan setiap semester.

Pertama, DPT terakhir memiliki umur 5 tahun dari Pemililu sebelumnya, padahal data penduduk terus update setiap waktu baik data pemilih baru, penduduk pindak masuk-keluar (migrasi), data meninggal (mortalitas) dan data TNI/ Polri (purnawirawan dan anggota baru) yang terus berjalan. Kedua, sistem pencatatan adimistrasi penduduk kurang maksimal mengingat migrasai sistem dari pencatatan tradisional menuju pencatatan secara elektronik yang kita kenal KTP-el. Ketiga, minimnya kesadaran masyarakat akan validasi dan update data kependudukan.

Saya ambil contoh di Kabupaten Sampang, Daftar pemilih di Kabupaten Sampang sangat tidak rasional karena dalam setiap Pemilu selisih antara jumlah penduduk menurut Dukcapil dan DPT yang ditetapkan KPU hanya selisih 6 sampai 9 % artinya persentase tersebut adalah angka yang tidak memiliki hak untuk memilih atau belum genap berumur 17 tahun. Banyak pihak saling menuding kesalahan ini tanpa ada gerakan bersama untuk melakukan perbaikan menuju akurasi daftar pemilih. Disisi lain mafia Pemilu memperparah dengan membengkakkan data dari bawah.

KPU Sampang sendiri telah melakukan terobosan untuk melakukan pemutakhiran data pemilih berkelanjutan yang dilaksanakan sebelum tahapan Pemilu sebagai upaya untuk menuju daftar pemilih yang akurat pada saat Pemilihan maupun Pemilu yang akan datang. Kerjasama antara lembaga Pemerintahan, stakeholder dan pemantau Pemilu diharapkan membawa perubahan nyata menuju data Pemilih yang akurat dan tentunya rasional.

Begitupun dengan Dispenduk Sampang yang terus berbenah dengan sistem menjemput bola untuk melakukan pencatatan penduduk baik fertilitas, mortalitas, migrasi maupun yang belum tercatat secara administrasi. Al hasil peningkatan adminduk tahun 2021 cukup drasatis dan kemungkinan besar akan terus bertambah dengan meningkatnya kebutuhan administrasi masyarakat yang terintegraasi dengan NIK.

Untuk membenahi daftar pemilih ini tentu kita harus sama-sama jujur untuk merumuskan masalah yang kemudian kita carikan solusi yang mengarah pada daftar pemilih yang rasional dengan data yang akurat, valid, komprehensif dan terkini dengan mekanisme pemutakhiran yang transparan dan partisipatif.


20 Oktober 2021

Komentar

Postingan populer dari blog ini

Kacong : Aksi Demonstrasi

Pengaruh Youtube Terhadap Milenial

Kacong “Tengka Politik”