Kacong “Tengka Politik”


Namanya Mad Kacong, panggilan akrabnya Kacong. Hampir setiap malam Kacong menghabiskan waktu di halaman rumahnya duduk santai di Lencak bambu. Setiap malam pula banyak hal yang dia rasanin kalau bahasa awamnya sih namanya sharing.

Kacong membuka sesi rasanan dengan pertanyaan ringan “Malam ini cuaca cukup dingin ya Dul”. Dulla sobat rasanannya pun menjawab sambil menghisap rokok tanpa bea cukai “ya Cong, ini tanda musim kemarau”.

“Aku bingung Dul, padahal kita baru saja bercocok tanam, kemarin masih hujan mosok kemarau secepat itu datangnya. Siangnya musim hujan lalu kalau malam berganti kemarau begitu?, apa mungkin alam ini sudah meniru manusia madura?”.

Dulla begitu santuynya bertanya “memang kenapa dengan orang madura cong?”.

“Begini dul, kita ini hidup di pulau Tengka yang semua seisi di pulau ini di sangkut pautkan dengan namanya tengka, baik harta, tahta, kehidupan bersosial, istri, semua ada kaitannya dengan namanya tengka.

Tapi aku bingung Dul, katanya tengka itu dimaknai dengan etika, akhlak, perilaku dan sopan santun. Tapi kenapa tengka ini kok ada unsur sombongnya juga ya?”

“Madura itu gak ada yang sombong cong” Dulla memotong pembicaraan Kacong.

“Ah gimana kamu Dul, adu gengsi dan adu kuasa apakah itu bukan dari kesombongan? Dalam politik misalnya, semua berebut menjadi tokoh dan menunjukkan eksistensi kuasanya berdasarkan basis kuantitas massa, ada tokoh kelas kampung, ada yang kelas desa, ada yang menguasai se kecamatan bahkan ada yang lintas kecamatan Dul”.

“Tau tidak, mereka yang sudah melalui proses Rhembek seolah sah hukumnya untuk merampok suara Rakyat, mereka yang menerima uang dari satu kandidat tanpa menerima uang dari kandidat lain, apalagi jika orang itu bisa menepati janjinya untuk mendulang suara rakyat, maka dia akan dikenal dengan tokoh Dines, alias tidak mencla-mencle. Kesimpulannya, si tokoh tersebut adalah manusia yang memegang prinsip Tengka, dari proses serangan fajar itulah si Majid orang kampung sebelah menjadi tokoh yang disegani Dul”.

“Bicara suara rakyat suara Tuhan itu teori omong kosong dipulau ini Dul, suara rakyat adalah suara Bajing itu lebih tepatnya”.

Dulla terpancing dengan argumen si Kacong “kamu kuliah jangan hanya main game online terus Cong, kamu harus paham cong, makna Tengka itu adalah sopan santun, akhlak dan perilaku yang baik, tidak mengganggu orang lain, istri orang lain, dan harta orang lain, Angok’an Pote mata ethembeng pote tolang, lebih baik mati dari pada menanggung malu adalah prinsip dan jiwa kita sebagai orang Madura, agar kita tidak mengganggu hak orang lain”.

“Cong politik itu diluar dari tengka itu sendiri, politik itu busuk, pekerjaan paling busuk diantara yang busuk, ibaratkan makhluk yang masih hidup tapi sudah bau bangkai”.

Sambil menyeruput kopi manis Mad Kacong pun mencoba merasionalisasikan pendapatnya “begini Dul, tengka menurut kita kan etika, akhlak dan perilaku dalam kehidupan bersosial kan, terus kenapa tengka itu tidak ada dalam politik? Kenapa di politik semua menjadi serba halal? Kenapa money politik tidak melanggar tengka dan juga tidak melanggar akhlak? Kenapa tengka hanya sebatas dalam pergaulan sosial saja? Kenapa didalam politik tengka tidak berlaku?”.

“Saya curiga Dul, masuknya kolonialisme di pulau ini telah merubah tradisi leluhur yang dikenal dengan Tengka ini, Tengka bukan hanya tradisi yang nampak secara fisik Dul, tapi lebih dari itu, Tengka ada dalam diri kita, jiwa kita, hati dan pikiran kita kan Dul”

“Seandainya tengka masuk dalam ranah politik, aku yakin dul, pemimpin-pemimpin kita mulai dari Klebun sampai Presiden, wakil-wakil kita dari daerah sampai pusat adalah orang-orang baik dan terbaik, karena ada seleksi murni dari rakyat”.

Sambil mendorong kopi ke depan Kacong, Dulla mengakhiri Rasanan dimalam itu “Kopinya cong minum, besok lusa kita ikut lomba tapi ini belum latihan, besok pagi aku beli paketan lalu kita latihan Mobile Legend ya”.

“Assiaappp Dulla yang ganteng” dengan riangnya Mad Kacong sambil memeluk Dulla.


25 Februari 2022 

 

Komentar

  1. Bagus om, penting sekali untuk didiskusikan lebih lanjut tentang arti tengka yang sesungguhnya, banyak sekali orang mengaku memiliki tengka karena kesembongannya.
    Sejatinya akhlak dan Budi pekerti yang baik dari perilaku, sopan santun dan bertutur kata yang baik.
    Tidak sedikit orang salah artikan tengka,
    dan banyak pula yang berpresepsi tengka itu blatir, nilai yang diturunkan leluhur kita mengalami demistifikasi makna.

    Ditunggu catatan selanjutnya om✨

    BalasHapus

Posting Komentar

Terima kasih atas komentarnya

Postingan populer dari blog ini

Kacong : Aksi Demonstrasi

Pengaruh Youtube Terhadap Milenial