Dulla : “Pemilu Sebentar Lagi”
Cerita ini hanya untuk hiburan semata
“Demokrasi menurut Abraham Lincoln adalah sebuah hal
yang didasari oleh rakyat. Bapak demokrasi tersebut menjelaskan bahwa demokrasi
merupakan sebuah pemerintahan dari rakyat, oleh rakyat, dan untuk rakyat, from
people, for people, and by people.”, Nara Sumber lulusan Australia
tahun 1999 itu menjelaskan definisi demokrasi, nama akrabnya Zehry Kuproy 99 yang
bertitel LLB (Bachelor of Laws)
dari aktivis Rindu Demokrasi (Ridok).
Mad
Kacong sangat antusias mendengarkan materi yang menurutnya berkelas
internasional itu, sedangkan Dulla lagi asyik memainkan smartphonenya dengan
kondisi Cam off sambil tiduran di pos ronda samping rumahnya, tujuan Dulla ikut
webinar hanya untuk mengumpulkan sertifikat sebagai hiasan dinding diruang tamu
rumahnya yang bersanding dengan gambar masjidil harom.
Diskusi-diskusi
daring menjelang Pemilu dan Pilkada cukup banyak di negeri ini, tentu untuk
menyambut pesta rakyat 5 tahunan itu. Dulla sendiri sebagai kolektor setifikat sudah
mengumpulkan 10 sertifikat webinar dengan tema yang tidak jauh berbeda yaitu seputar
Demokrasi, Pemilu dan Pilkada. Dengan narsum keren-keren mulai dari
penyelenggara sampai politisi menuju puncak.
Dulla
berharap dengan banyaknya sertifikat minimal bisa lolos adhoc penyelenggara, syukur-syukur
bisa diterima jadi komisioner. Sedangkan Mad Kacong yang merasa super idealis itu
berharap dengan webinar yang panjang lebar dan tinggi itu bisa menambah ilmu
tentang demokrasi dan juga dapat merubah keadaan perilaku politik masyarakat
saat pemungutan suara.
“Cong,
kira-kira cita-citaku untuk menjadi komisioner KPU bisa terwujud gak ya? Aku
sudah punya 10 sertifikat Cong, oh ya nanti kamu bantu aku ya buatkan karya
ilmiah tentang demokrasi” Dulla mulai memancing konsentrasi Mad Kacong.
Mad
Kacong pun merespon dengan mata masih asyik melototi HPnya yang masih asyik Daring
“tujuan kamu apa jadi penyelenggara Dul?”.
Dulla
si gemuk cokelat itu menjawab “biar aku jadi aktris politik dul, gak usah pake
iklan namaku sudah dikenal, menjadi pusat perhatian dan akan digombalin
politisi mapan saat pesta rakyat berlangsung”.
“Colok’en
kakeh Dul” (Mulutmu Dul) respon kasar si Kacong.
Dulla
pun melanjutkan tentang mimpi besarnya “Cong, kalo jadi adhoc itu gampang,
aku sudah dijamin lolos bahkan aku sudah punya 2 jatah, kalo kamu mau, satunya
buat kamu ya”.
Mad
Kacong tidak menghiraukan cerocosnya Dulla yang menjelaskan akan takdir yang
sudah ia kantongi itu, seperti snack lokal “Ancang” (gula merah ditaburi
kacang) yang ia makan, cukup mudah mengambil dan mengunyahnya.
Dengan
suara tinggi dan analisis se tajam celurit si Dulla melanjutkan argumennya “Bahkan
Cong, peta politik di Kabupaten ini sudah pecah menjadi 7 keping, kemungkinan
Pileg 2024 nanti bisa panas seperti embun yang ditabrak terik panas matahari,
tidak ada sisa embun di dedaunan, agar hidupku nyaman santosa kemungkinan besar
aku akan mengikuti jejak langkah pak Acep”.
“Diam
Dul, mulutmu itu bau bangkai sudah berapa hari gak sikatan, nasibku tidak
ditentukan manusia Dul”. Memang, Dulla salah satu dari sekian banyak pemuda
yang jarang sikatan, (tolak ukur aktivis ya itu jarang sikatan, mandi tidak
lengkap 7 kali selama seminggu, dan celana yang kurang akrab dengan air dan
sabun).
Sambil
mengambil HP dan tas gendong hitam bertuliskan Sosialisasi 4 pilar, Mad Kacong
pun pergi dengan muka memerah. Sesampainya dirumah, Mad Kacong menulis status
di Facebook yang sangat menggelitik
“sudah
berapa manusia yang mengagung-agungkan manusia, sudah berapa nyawa yang melupakan
pemberi nyawa, sudah berapa orang yang menggantungkan nasibnya pada orang, kita
sungguh hanya pencari pahala dengan sholat, namun kita tidak menghiraukan pada
yang memerintahkan sholat. Kita terlalu ketakutan tidak bisa makan, hingga
menyembah orang lain untuk bisa memberi makan, persis kata Sabrang Letto bahwa “berhala
itu bukan patung-patung itu, melainkan UANG”, kita menyembah-NYA dengan
tangisan saat sholat hanya karena uang, kita ngemis pada penguasa hanya karena
uang, kita menghianati jati diri hanya karena uang pula bahkan dalam otak kita
selama 24 jam lebih didominasi dengan urusan uang, uang dan uang. Maha Pemberi
itu siapa? Dan penentu takdir itu siapa?”
Namun
para facebooker kali ini tidak begitu banyak memberi like atas status facebook atas
nama “KACONG SANG ORATOR”. Hanya ada 4 like itupun didominasi keluarganya
sendiri. Hampir setiap jam selama seminggu dia melototi akun FBnya, tapi
ternyata likenya hanya naik satu angka menjadi 5 saja.
Bagi
Kacong, jumlah like sebagai penentu kesuksesannya dalam implementasi
pemikirannya yang semakin setengah matang. Semakin banyak like dunia maya
berarti semakin tinggi pula derajatnya dalam dunia nyata.
17 Juli 2022
Cerita
ini hanya fiksi belaka, hanya sekedar untuk hiburan
Komentar
Posting Komentar
Terima kasih atas komentarnya